Kamis, 27 Desember 2012

SAMPANG MADURA


KASUS SYIAH di SAMPANG MADURA,NEGARA MENGABAIKAN PRINSIP HAK ASASI MANUSIA

Latar Belakang
Kekerasan yang berulang di Kabupaten Sampang Madura, Jawa Timur. Menunjukkan negara gagal melindungi warganya sendiri. Agama selalu dikaitkan dengan kebenaran absolut. Akibatnya, agama mudah dimanipulasi kepentingan politik jangka pendek. Di Sampang, konflik bisa disebabkan faktor pribadi dan masalah ekonomi serta politik lokal. Akibat tafsir agama tunggal dan negara yang seharusnya menjadi penjaga konstitusi gagal berperan, menjadikan kondisi semakin buruk.
Masalah
Pertikaian komunal di Sampang Madura adalah bentuk bagaimana sekelompok mayoritas melakukan tindakan di luar nalar kemanusiaan. Hanya karena faktor satu kelompok masyarakat, tidak berkeyakinan layaknya mereka. Kepolisian seharusnya memberikan perlindungan terhadap masyarakat. Tetapi seiring dengan adanya korban jiwa dan korban luka menunjukkan bahwa adanya  pembiaran yang sistematis. Pembiaran yang sangat diluar prosedural, dimana peran kepolisian tidak optimal bukan karena tidak tahu, tetapi karena faktor kesengajaan.
Tujuan
Untuk memahami konflik Sampang, harus pula dipahami kultur masyarakat Madura. Budaya carok pada masyarakat Madura, membuat masyarakat lain berpandangan orang Madura itu keras. Masyarakat belum bisa menjaga kerukunan antar agama. Bentuk kekerasan masih menyelimuti bangsa ini, terutama masalah SARA.
Deskripsi  

Komisi Kepolisian Nasional menyalahkan pemerintah daerah dalam tragedi berdarah yang melibatkan Syiah di Sampang Madura. Tak ada peran serta pemerintah daerah dalam mengupayakan perdamaian. Ini merupakan konflik keluarga yang berkembang di masyarakat. Yaitu antara Tajul Muluk dan Rois yang mempunyai masalah pribadi, kemudian merembet ke jemaah mereka.
 Dua nyawa melayang, puluhan luka-luka , 27 rumah terbakar, dan penganut Syiah terusir dari kampung mereka sendiri. Berbondong-bondong dengan kawalan aparat bersenjata lengkap, menuju lokasi pengungsian di gedung tenis indoor. Kasus kekerasan yang melibatkan dua kelompok keyakinan di Sampang Madura. Hanya dapat diselesaikan oleh para ulama setempat. Sebab, konflik yang terjadi terkait dengan selisih paham antar sejumlah tokoh ulama. Ketimbang soal perbedaan keyakinan antara aliran Sunni dan Syiah.
 Kekerasan di Sampang terjadi karena minimnya rasa toleransi dan saling menghormati. Pemkab dan pemprov tidak mampu menyelesaikan konflik tersebut. Buktinya, saat konflik pecah  pada Desember 2011 lalu. Pemkab dan pemprov mengaku bisa menyelesaikan. Tapi ternyata konflik, kembali pecah pada Minggu 26 Agustus lalu.
 Penegakan hukum, orang yang melakukan tindak pidana perusakan dan pembakaran dihukum tiga bulan penjara. Hal itu tidak membuat mereka jera. Kaum Syiah, Sunni, dan pemerintah harus melakukan dialog secara terus menerus. Pernyatan yang memberikan opsi bahwa pengikut Syiah harus masuk ke Ahlussunnah bukan solusi tepat. Karena ada unsur pemaksaan yang bertentangan dengan hukum agama.

Solusi
        Konflik menjadi besar yang bermula dari masalah sepele dan  ini ada hubungannya dengan masalah kesejahteraan masyarakat bawah. Kekerasan di Sampang terjadi karena minimnya rasa toleransi dan saling menghormati.
Persoalan penegakan hukum yang adil dan transparan harus dilakukan. Yaitu menangkap dan menghukum pelaku penyerangan, pembakaran, dan pembunuhan terhadap dua warga Syiah. Madura adalah refleksi suatu masyarakat yang koyak dan belum bisa menjaga kerukunan antar  agama.

 Simpulan 
Perbedaan jangan dijadikan alasan untuk melakukan kekerasan. Kita memang berbeda, tapi tidak perlu dikatakan sesat. Indonesia tidak  akan damai jika konflik-konflik SARA semacam itu terus terjadi. Jadi harus ada sikap toleransi antar agama. Negara harus memberikan rasa aman bagi masyarakatnya. 

Konflik sara.www.geogle.co.id
Rounded Rectangle:                                                                               I KETUT SUKERTA
Kekerasan sampang Madura. blogspot.com




Tidak ada komentar:

Posting Komentar